Tampilkan postingan dengan label Materi PKG PJOK. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Materi PKG PJOK. Tampilkan semua postingan

Selasa, 02 Juli 2024

SIKLUS PEMBELAJARAN DALAM PEMBELAJARAN TERDIFERENSIASI

Praktik inklusif yang digunakan untuk membuat konten kurikuler dapat mencakup instruksi verbal, demonstrasi, pembimbingan dukungan fisik, demonstrasi video, tutor sebaya, dan kegiatan mitra dan kelompok kecil (Tomlinson, 2001). Selain itu, tujuan dan tugas harus dihubungkan dengan tujuan pelajaran karena setiap tujuan mewakili langkah tambahan dalam kegiatan pengembangan keterampilan. Keterhubungan ini memungkinkan langkah-langkah pembelajaran yang jelas dan hasil pada berbagai tingkat keterampilan, sehingga menyederhanakan keputusan yang dibuat oleh peserta didik pada berbagai tingkat pencapaian keterampilan. Akhirnya, dan yang paling penting dari perspektif perkembangan, konten pembelajaran harus membahas konsep yang sama dengan semua peserta didik, tetapi tingkat kesulitan harus sesuai untuk pelajar individu.

Senin, 01 Juli 2024

DAMPAK AKTIVITAS TERHADAP KESEHATAN

 Ambil koran apa saja, dan akan ada artikel tentang manfaat yang diperoleh dari gaya hidup aktif. Sayangnya, antusiasme bangsa untuk aktivitas fisik tidak mempengaruhi program pendidikan jasmani. Dalam Sistem Pengawasan Perilaku Risiko Pemuda (USDHHS 2012), kurang dari 28,7 persen peserta didik melaporkan bahwa mereka mengumpulkan enam puluh menit dari semua jenis aktivitas fisik dalam tujuh hari sebelum survei. Di sisi lain, 31,1 persen peserta didik bermain video atau permainan komputer selama tiga jam atau lebih per hari. Sayangnya, hanya 35,5 persen anak laki-laki SMA dan 27,2 persen anak perempuan SMA menghadiri kelas pendidikan jasmani harian selama tahun ajaran 2009-2010 (USDHHS 2012). Statistik ini menunjukkan betapa pentingnya bagi guru pendidikan jasmani untuk mempromosikan aktivitas fisik bagi peserta didik di luar lingkungan sekolah. Sekolah pada dasarnya adalah kegiatan menetap dan banyak peserta didik meninggalkan sekolah dan terus menetap dengan menonton TV atau bermain video game.

KARAKTERISTIK ANAK SEKOLAH MENENGAH

A. Pola pertumbuhan
Pematangan dini cenderung meningkatkan peluang untuk sukses dalam aktivitas fisik. Orang-orang
muda yang matang lebih awal kadang-kadang bisa lebih baik dalam olahraga daripada rekan-rekan mereka yang berkembang kemudian karena mereka mencapai kesuksesan lebih cepat dan menerima lebih banyak kesempatan untuk melatih keterampilan. Orang yang kematangannya terlambat mungkin tertinggal karena mereka tidak mampu berhasil dalam keterampilan yang kompleks, dan dengan demikian dapat dianggap sebagai kelemahan dalam kegiatan kelompok. Ketika peserta didik yang berkembang lebih lambat ini mencapai kedewasaan, kurangnya kesempatan latihan mereka dapat membatasi kemampuan mereka untuk mengejar ketinggalan dengan teman sebaya. Orang tua sering ingin mengetahui perawakan fisik anak mereka dibandingkan dengan anak-anak lain pada usia yang sama. Berat dan perawakan (tinggi) untuk persentil usia telah diproduksi untuk tujuan ini. Gambar 3.2 dan 3.3 menampilkan persentil perawakan dan berat badan tersebut. Bagan ini adalah cara terbaik untuk menunjukkan kepada orang tua dan peserta didik bagaimana tinggi dan berat badan mereka dibandingkan dengan peserta didik lain. 

KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN ANAK SEKOLAH DASAR

Pola pertumbuhan anak-anak umumnya dikendalikan oleh susunan genetik mereka. Meskipun lingkungan yang tidak sehat dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang tepat, bagian ini membahas pola pematangan yang umum terjadi pada kebanyakan anak. Sementara semua anak mengikuti pola pertumbuhan umum yang sama, tetapi dapat disimpulkan bahwa setiap anak adalah unik. Beberapa anak maju pesat secara fisik untuk usia kronologis mereka, sedangkan yang lain matang lebih lambat. Orang tua akan sering bertanya bagaimana anak mereka dibandingkan dengan anak-anak lain yang seumur. Secara umum, hanya ketika penyimpangan yang berlebihan dari norma itulah ada alasan bagi orang tua untuk khawatir. Modul ini akan membantu Anda lebih memahami anak-anak dan pola pertumbuhan mereka. Lebih mudah untuk mengajar jika teknik dan harapan Anda selaras dengan kebutuhan, minat, dan tingkat perkembangan peserta didik Anda. Jika Anda memiliki kekhawatiran mengenai disiplin, pembelajaran, atau kinerja keterampilan, kembalilah ke Bab ini dan segarkan pemahaman Anda mengenai pertumbuhan dan perkembangan remaja yang Anda ajar.

Selasa, 11 Juni 2024

DEFINISI SCL (Student Centered Learning) DARI PARA AHLI

Berikut definisi dan pengertian model pembelajaran SCL (Student Centered Learning) dari

beberapa sumber buku:

  1. Menurut Westwood (2008), Student Center Learning (SCL) adalah metode pembelajaran yang memberdayakan peserta didik menjadi pusat perhatian selama proses pembelajaran berlangsung. Pembelajaran yang bersifat kaku dan instruksi dari pendidik diubah menjadi pembelajaran yang memberi kesempatan pada peserta didik menyesuaikan dengan dan berperilaku langsung dalam menerima pengalaman belajarnya.
  2. Menurut Priyatmojo (2010), Student Center Learning (SCL) adalah pendekatan pembelajaran yang menempatkan peserta didik di pusat kegiatan pembelajaran di mana peserta didik berperan aktif mengembangkan kemampuannya untuk berpikir kreatif dan inovatif.
  3. Menurut Pongtuluran (2000), Student Center Learning (SCL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai pusat dari proses belajar. Metode ini menekankan pada minat, kebutuhan dan kemampuan individu, menjanjikan model belajar yang menggali motivasi intrinsik untuk membangun masyarakat yang suka dan selalu belajar.
  4. Menurut Siswono dan Karsen (2008), Student Center Learning (SCL) adalah model pembelajaran yang fokus pada kebutuhan, kemampuan, minat dan gaya pembelajaran dari peserta didik dengan pengajar sebagai fasilitator pembelajaran, sehingga menjadikan setiap peserta didik untuk lebih aktif dan mampu untuk bertanggungjawab terhadap proses pembelajarannya sendiri.

Jumat, 07 Juni 2024

Strategi Pembelajaran Berdiferensiasi dalam PJOK

Setelah mengetahui kebutuhan belajar peserta didik, guru dapat merencanakan dan melakukan sebuah pembelajaran  yang harapannya dapat merespon atau memenuhi kebutuhan belajar peserta didik-peserta didiknya, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran dan kualitas pembelajaran yang optimal.

Apa saja yang didiferensiasikan agar pembelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik dan berpusat pada peserta didik?



1. DIFERENSIASI KONTEN

Konten adalah apa yang kita ajarkan kepada peserta didik. Konten merupakan materi/bahan ajar dan materi belajar dapat berupa pengetahuan, konsep atau keterampilan yang harus dikuasai oleh peserta didik, sesuai dengan standar kurikulum. 

Kebutuhan Belajar Peserta Didik

Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa Bapak/Ibu dapat melihat kebutuhan belajar peserta didik berdasarkan 3 aspek:

1. KESIAPAN BELAJAR PESERTA DIDIK (READINESS)

Kesiapan belajar peserta didik bukan diukur dari tingkat intelektualitas (IQ). Kesiapan belajar peserta didik lebih merujuk kepada informasi tentang;

  • apa saja pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki peserta didik saat ini (pra-knowledge) untuk membantu memahami konsep/aktivitas yang akan dipelajari?
  • dalam pembelajaran PJOK, apa saja gerak dasar dan pengalaman aktivitas olahraga yang pernah, dan/sudah dikuasai peserta didik sebagai dasar dari aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan
  • Perkembangan karakteristik jasmani, sosial, emosional, dan mental untuk mendukung setiap aktivitas yang dirancang berdasarkan kurikulum

Santangelo & Tomlinson (2009) dan Joseph et.al (2013) mengisyaratkan, identifikasi Kebutuhan belajar sebelum merancang pembelajaran dapat membantu guru memastikan semua peserta didik akan mendapatkan pengalaman belajar yang menantang secara tepat dan merata.


2. MINAT PESERTA DIDIK

Di samping perkembangan karakteristik yang menjadi pertimbangan dalam memilih aktivitas PJOK, juga perlu guru mengetahui sifat anak yang secara alamiah memiliki keinginan-keinginan yang manusiawi, minat. Mengetahui minat peserta didik akan membantu guru untuk menyiapkan kegiatan dan pola interaksi yang dibutuhkan ketika mengajar PJOK. Mari kita lihat keinginan anak tersebut di bawah ini:

Definisi Pembelajaran Berdiferensiasi

Bayangkanlah kelas yang Ibu dan Bapak ajar saat ini. Ingatlah satu persatu peserta didik di kelas:

  1. Apa minat mereka dalam olahraga?
  2. Bagaimanakah karakteristik setiap anak di kelas Anda?
  3. Siapakah yang paling kencang dalam berlari dan sebaliknya? 
  4. Siapakah yang paling menyukai kegiatan kelompok?
  5. Siapakah yang justru selalu menghindar saat bekerja kelompok?
  6. Siapa saja yang dapat melakukan loncat paling tinggi dan sebaliknya?
  7. Siapakah peserta didik yang masih perlu dibantu untuk melakukan roll depan dan belakang?
  8. Siapakah anak yang selalu kesal ketika kalah dalam suatu permainan olahraga?


Setiap harinya, tanpa disadari, Ibu dan Bapak dihadapkan dengan berbagai macam keberagaman. Di saat yang bersamaan Ibu dan Bapak juga harus melakukan banyak pekerjaan atau membuat keputusan dalam satu waktu.

Ibu dan Bapak mungkin pernah berada dalam posisi ketika membantu sebagian kecil peserta didik yang mengalami kesulitan melakukan lompat jauh. Di saat yang bersamaan sebagian besar peserta didik lain dengan lancar menyelesaikan. Akibatnya, Ibu dan Bapak tidak bisa mengontrol aktivitas semua peserta didik.

PERKEMBANGAN KARAKTERISTIK MENTAL MURID

 1. Perkembangan Karakteristik Mental

Perkembangan kognitif dan mental adalah konsep yang erat hubungannya dalam pertumbuhan dan proses pembelajaran yang dialami manusia. Kedua istilah ini mengacu pada proses di mana individu memperoleh dan menyempurnakan kemampuan intelektual, keterampilan pemecahan masalah, dan proses berpikir mereka. Pada dasarnya, pengembangan kognitif merupakan bagian dari pengembangan mental.

Dalam banyak konteks, istilah "perkembangan kognitif" dan "perkembangan mental" sering digunakan secara bergantian. Namun, perkembangan kognitif sendiri merupakan bagian dari pengembangan mental. Hubungan keduanya bervariasi tergantung pada kerangka teoritis yang dibahas. Pengembangan kognitif, yang merujuk pada pertumbuhan dan penyempurnaan kemampuan intelektual dan proses berpikir, sering menjadi aspek kunci dari apa yang dianggap dalam istilah yang lebih luas yaitu "pengembangan mental."

PERKEMBANGAN KARAKTERISTIK EMOSIONAL MURID

1. Perkembangan Karakteristik Emosional

David L. Gallahue dalam "Pendidikan Jasmani Perkembangan untuk Anak Sekolah Dasar Saat Ini" menyatakan bahwa perkembangan emosional anak-anak tidak selalu sebanding dengan perkembangan fisik mereka. Gallahue juga membahas peran pendidikan jasmani dalam perkembangan emosional anak-anak. Dia percaya bahwa pendidikan jasmani dapat memberikan anak-anak kesempatan untuk belajar tentang emosi mereka sendiri dan emosi orang lain. Dia juga percaya bahwa pendidikan jasmani dapat membantu anak-anak mengembangkan keterampilan sosial dan emosional yang penting untuk dapat bertahan di sekolah dan dalam kehidupan.

Beberapa mungkin sudah mampu mengekspresikan emosi kompleks seperti cinta dan empati pada usia dini, sementara yang lain mungkin tidak mampu melakukannya hingga dewasa. Berikut adalah panduan untuk mengidentifikasi karakteristik perkembangan emosional berdasarkan usia yang dibahas oleh Gallahue dan Berk:

Tabel 1 


Jika Ibu dan Bapak masih mempertanyakan, apa kaitan antara PJOK dan emosi
peserta didik? Jawabannya dapat dicari dari fenomena atlet yang terkadang
mengekspresikan kegagalan dan kekalahan melalui aksi yang kurang tepat, misalnya
marah dan adu jotos dengan lawan main. Tidak hanya di lapangan, manajemen diri
dalam keseharian juga dapat dikembangakan melalui kegiatan PJOK.
Untuk melatih emosi peserta didik, sesuai dengan perkembangan karakteristik
emosional dalam tabel di atas, guru PJOK dapat membantu peserta didik mengelola
emosi mereka dengan cara sebagai berikut:
  • Menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung. peserta didik perlu merasa aman dan didukung untuk dapat mengelola emosi mereka dengan cara yang sehat. Guru pendidikan jasmani dapat menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung dengan menetapkan aturan dan harapan yang jelas, bersikap adil dan konsisten, serta memberikan penguatan positif.
  • Membantu peserta didik mengembangkan kompetensi kesadaran diri untuk dapat mengelola emosi dengan cara yang sehat. Kesadaran diri merupakan salah satu kompetensi sosial-emosional yang juga dijelaskan secara detail dalam Modul Guru Penggerak. Guru dapat membantu peserta didik mengidentifikasi emosi. Kemudian membantu mereka membuat koneksi antara emosi dan perilaku mereka. Contohnya, guru dapat mendampingi anak yang terlihat kesal setelah mereka gagal memasukkan bola ke dalam gawang. Validasi perasaan peserta didik dengan mengucapkan emosi yang dirasakan dan penyebabnya. Kemudian pastikan peserta didik tahu bahwa emosi tersebut dialami orang lain juga saat mengalami hal-hal serupa. Tanyakan apa yang dapat membuat peserta didik akan merasa lebih baik?
  • Mengajari anak-anak kompetensi manajemen diri. Guru pendidikan jasmani dapat mengajari anak-anak keterampilan mengelola emosi seperti pernapasan dalam, teknik STOP, menghitung sampai sepuluh, dan istirahat, dll yang dijelaskan dalam Modul Pembelajaran Sosial-Emosional dalam PGP.
  • Mencontohkan manajemen diri dalam keseharian di sekolah. peserta didik belajar dengan melihat orang dewasa dalam hidup mereka. Guru PJOK dapat mencontohkan manajemen diri yang sehat dengan terbuka tentang emosi mereka sendiri, mengelola emosi mereka dengan cara yang sehat, dan memberikan teladan yang baik bagi anak-anak.
  • Memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk mengekspresikan emosi mereka dengan cara yang aman dan sehat. PJOK dapat memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengekspresikan emosi mereka dengan cara yang aman dan sehat. Aktivitas fisik dapat membantu anak-anak melepaskan emosi yang tertekan agar merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri. Guru PJOK dapat memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengekspresikan emosi mereka melalui permainan, aktivitas, dan diskusi.

PERKEMBANGAN KARAKTERISTIK SOSIAL SISWA

 1. Perkembangan Karakteristik Sosial

Perkembangan keterampilan sosial seorang peserta didik terjadi secara bertahap dari waktu ke waktu. peserta didik belajar keterampilan sosial yang berbeda pada usia yang berbeda, dan keterampilan mereka akan terus berkembang seiring bertambahnya usia dan pengalaman mereka. Perkembangan keterampilan sosial anak ditandai oleh serangkaian perubahan yang terjadi pada cara mereka berinteraksi dengan orang lain. Perubahan ini terjadi secara bertahap dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk usia, lingkungan, dan pengalaman anak.

Aktivitas yang dikembangkan dalam PJOK dapat mengembangkan keterampilan sosial penting yang dipelajari peserta didik meliputi:

  • Keterampilan komunikasi: Anak-anak belajar bagaimana berkomunikasi dengan orang lain secara efektif, baik verbal maupun nonverbal.
  • Keterampilan kerja sama: Anak-anak belajar bagaimana bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama.
  • Keterampilan pemecahan masalah: Anak-anak belajar bagaimana menyelesaikan konflik dan masalah secara damai.
  • Keterampilan empati: Anak-anak belajar bagaimana memahami dan berempati dengan perasaan orang lain.

Dalam lingkungan sekolah, peserta didik yang belajar di sekolah yang mendukung dan inklusivitas cenderung memiliki keterampilan sosial yang lebih baik. peserta didik juga dapat belajar banyak keterampilan sosial dari teman sebaya mereka, termasuk ketika melakukan kegiatan fisik dalam PJOK.

Berikut adalah karakteristik yang dapat ditemukan dalam setiap rentang usia:

Tabel 1

Bagaimana guru PJOK menciptakan lingkungan yang aman dan suportif agar peserta didik mengembangkan keterampilan sosial mereka? Berikut adalah langkah yang dapat dilakukan Ibu dan Bapak saat melaksanakan kegiatan PJOK:
  • Tetapkan aturan yang jelas dan tegas. peserta didik perlu tahu apa yang diharapkan dari mereka dalam hal perilaku sosial.
  • Hindari membanding-bandingkan peserta didik. Membanding-bandingkan satu sama lain dapat membuat mereka merasa tidak aman dan tidak dihargai.
  • Perhatikan peserta didik secara individual untuk memastikan bahwa mereka semua merasa dihargai dan diberdayakan.
  • Berikan apresiasi ketika peserta didik menunjukkan perilaku positif. Pujian dapat membantu peserta didik merasa dihargai dan termotivasi untuk terus mengembangkan keterampilan sosial mereka.
  • Gunakan pembelajaran kooperatif untuk melatih kerjasama dan penyelesaian masalah sesuai karakteristik masing-masing usia perkembangan.
  • Guru PJOK juga membutuhkan kesabaran tinggi. Mengembangkan keterampilan sosial membutuhkan waktu. Tidak perlu langsung menyerah ketika menemukan peserta didik yang masih egois mengambil alih permainan kelompok. Kadang, mereka butuh bantuan guru untuk mengingatkan dan bersabar
  • Guru PJOK hendaknya konsisten. Targetkan perubahan perilaku yang diinginkan. Catat progres keterampilan sosial yang ditunjukkan peserta didik dari waktu ke waktu. Tujuannya, agar perubahan kecil tetap dapat Ibu dan Bapak lihat dan dapat mengapresiasi diri sendiri dan peserta didik.







PERKEMBANGAN KARAKTERISTIK JASMANI SISWA

 1. Perkembangan Karakteristik Jasmani

Perkembangan karakteristik jasmani adalah proses pertumbuhan dan perubahan fisik yang terjadi pada anak-anak. Ini termasuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh anak, serta keterampilan motorik kasar dan halus mereka. Dalam Developmental Physical Education For Today’s Elementary School Children, Gallahue, D. L. (2003) dan Ages & Stages Model yang dikembangkan oleh NASPE, (2014), berikut adalah karakteristik perkembangan jasmani yang dapat menjadi acuan Ibu dan Bapak guru PJOK dalam menunjukan aktivitas yang sesuai:

Berikut adalah beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru PJOK sesuai dengan karakteristik jasmani peserta didik:


Berikut beberapa tips tambahan untuk guru PJOK dalam merancang aktivitas yang sesuai dengan perkembangan fisik anak:

  1. Variasi adalah kunci. Anak-anak perlu berpartisipasi dalam berbagai aktivitas untuk mengembangkan keterampilan fisik mereka. Ini termasuk aktivitas yang melibatkan kelompok otot yang berbeda, jenis gerakan yang berbeda, dan tingkat tantangan yang berbeda.
  2. Buat menyenangkan. Anak-anak cenderung lebih berpartisipasi dalam aktivitas yang mereka nikmati. Pastikan aktivitas yang Anda pilih menyenangkan dan menarik bagi anak-anak.
  3. Berikan dukungan positif. Anak-anak belajar lebih baik saat merasa didukung dan diberi semangat. Bersikaplah positif dan antusias terhadap aktivitas yang Anda pimpin.
  4. Adaptasi aktivitas jika diperlukan. Tidak semua anak akan dapat berpartisipasi dalam semua aktivitas dengan cara yang sama. Siapkan diri untuk mengadaptasi aktivitas sesuai kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan semua anak.


Selasa, 04 Juni 2024

Berpikir Berbasis Aset/Kekuatan (Asset-based Thinking)

 Penulis : Tim PKG PJOK

Dr. Kathryn Cramer, seorang psikolog yang fokus pada pemikiran positif dan pengembangan diri, memperkenalkan cara praktis untuk mengenali hal-hal positif dalam kehidupan dengan fokus pada kekuatan, inspirasi, potensi positif , dan aspek positif lainnya dalam hidup. Pendekatan ini disebut Asset based thinking (Berpikir Berbasis Aset/Kekuatan)

Berpikir berbasis aset/kekuatan adalah cara mengidentifikasi dan mengenali hal-hal positif dalam hidup dengan menggunakan kekuatan sebagai fokus pemikiran. Pendekatan ini berbeda dengan berpikir berbasis kekurangan, yang fokusnya mengidentifikasi dan memecahkan masalah.

Green & Haines (2010) menjelaskan kecenderungan cara pandang yang menggunakan pendekatan berpikir berbasis kekurangan dengan pendekatan berbasis aset dapat dilihat dari tabel di berikut ini.


Pendekatan berpikir berbasis aset/kekuatan ini juga digunakan sebagai dasar paradigma Inkuiri Apresiatif (IA). Paradigma Inkuiri Apresiatif (IA) percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat berkontribusi pada kesuksesan. Inti positif ini merupakan potensi dan aset organisasi. Dalam implementasinya, IA memulai dengan mengungkap hal-hal positif, pencapaian, dan kekuatan organisasi sebelum melangkah ke tahap perencanaan perubahan selanjutnya.

Cooperrider & Whitney (2005) mengusulkan Inkuiri Apresiatif sebagai filosofi dan cara berpikir yang berfokus pada upaya kolaboratif untuk menemukan aspek positif pada individu, organisasi, dan dunia di sekitar mereka, baik di masa lalu, sekarang, atau masa depan. Mereka berpendapat bahwa kita hidup di zaman yang membutuhkan mata yang dapat melihat dan mengungkapkan apa yang baik dan benar. Inkuiri Apresiatif adalah rekonfigurasi penelitian tindakan yang menekankan penyelidikan pada kekuatan, daripada berfokus secara eksklusif pada memperbaiki kelemahan. Ini adalah metode manajemen perubahan yang menggunakan pertanyaan reflektif dari pengalaman positif untuk menciptakan peluang baru. Daripada menanyakan apa yang tidak berhasil, Cooperrider dan rekannya memutuskan untuk bertanya tentang apa yang berhasil, yang mengarah pada pengembangan IA. IA adalah intervensi yang berpotensi mengarah pada tindakan dengan menghasilkan dan menginspirasi ide, visi, dan cerita baru.

Dr. Kathryn Cramer juga menyatakan bahwa sebuah sekolah harus fokus pada pendekatan berpikir berbasis aset/kekuatan dari pada pendekatan berpikir berbasis kekurangan/hambatan. Dalam konteks pendidikan, dengan menggunakan pendekatan berpikir berbasis aset/kekuatan dapat membantu sekolah untuk mengidentifikasi kekuatan internal dan dapat mendorong kualitas proses pembelajaran yang berdampak pada peserta didik .

Cooperrider (Nobel & McGrath, 2016) percaya bahwa setiap organisasi memiliki inti positif yang berkontribusi terhadap kesuksesan, kekuatan, potensi, dan asetnya, disadari atau tidak. IA berpeluang besar memperkuat kapasitas sekolah untuk menjadi komunitas belajar yang positif. Salah satu bagian penting dan tak terpisahkan dari praktik IA adalah rangkaian teori, perangkat, dan penelitian yang mendasarinya. Semua terkait dengan peningkatan kualitas “ kekuatan”, dengan membangun lebih banyak aspek positif dari suatu organisasi dan memungkinkan lebih banyak peningkatan kekuatan manusia dalam organisasi secara berkelanjutan.

Pendekatan berpikir berbasis aset/kekuatan ini mendorong komunitas untuk memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk membangun hubungan yang kuat antara sumber daya tersebut, dengan tujuan menciptakan kehidupan komunitas yang berkelanjutan. Dalam konteks pendidikan pendekatan berbasis aset adalah referensi yang baik bagi sekolah untuk memetakan kekuatan dalam internal sekolah demi menunjang proses pembelajaran.

Dengan menggunakan pola pikir IA, bukan berarti kita melupakan masalah yang ada, namun kita memandang masalah tersebut dengan cara yang berbeda, yaitu dengan menjadikannya sebagai tantangan yang dapat dilampaui bersama-sama dengan hal positif ataupun kekuatan yang digali dan dimanfaatkan/diberdayakan. Bahkan, ketika kita berfokus pada bagaimana kita dapat memanfaatkan segala kekuatan, aset, dan hal positif yang telah kita miliki, maka kelemahan, kekurangan, dan ketidakpunyaan  menjadi tidak relevan lagi. Ini selaras dengan yang dikatakan Peter F. Drucker, seorang tokoh besar di dunia manajemen, mengenai Inkuiri Apresiatif: “Tugas kepemimpinan adalah menciptakan keselarasan kekuatan dengan cara membuat kelemahan dalam suatu sistem tidak relevan lagi” (The Drucker School, 2011).

Dalam melakukan perubahan, banyak organisasi dan institusi, termasuk sekolah, sering lebih berfokus pada masalah, apa yang salah, siapa yang salah, dan bagaimana mengatasi masalahnya (negatif). Akhirnya mencari-cari solusi di luar diri sendiri atau di luar organisasi mereka. Dalam pencapaian tujuan atau visi sekolah, seharusnya tidak hanya beranjak dari upaya menyelesaikan masalah di sekolah/ekosistem pendidikan, namun juga perlu melihat berbagai aset yang dimiliki.




Aset adalah modal utama dalam proses pembelajaran

 Penulis : Tim PKB PJOK

Ibu/Bapak, apakah pernah mengidentifikasi aset-aset yang dimiliki oleh satuan pendidikan Ibu/Bapak? Setiap satuan pendidikan tentunya memiliki aset/kekuatan yang dapat diberdayakan dalam mengembangkan sekolah dan dimanfaatkan bagi proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, tetapi apakah pernah diidentifikasi secara mendetail lagi agar dapat lebih diberdayakan? Pada modul ini kita akan mempelajari lebih terperinci apa saja aset/kekuatan yang dimiliki oleh satuan pendidikan, menurut Green dan Haines (2002) ada 7 aset yang dimiliki oleh satuan pendidikan yang dapat lebih dioptimalkan lagi penggunaannya. Haines (2002) dalam Asset building and community development, ada 7 aset utama atau di dalam buku ini disebut sebagai modal utama.

Apabila Ibu/Bapak memperhatikan gambar tersebut, tentunya Ibu/Bapak akan mendapatkan gambaran tentang 7 aset/modal utama yang dapat diberdayakan dalam pembelajaran. Ke-7 aset/modal utama tersebut, yaitu; aset manusia, aset fisik, aset lingkungan dan aset-aset lainnya. Aset-aset manakah yang telah Ibu/Bapak maksimalkan selama ini, aset-aset manakah yang belum pernah Ibu/Bapak pergunakan sama sekali atau belum dipergunakan secara maksimal dalam mendorong pembelajaran yang berpihak kepada peserta didik. Ke-tujuh aset ini hanyalah gambaran perwakilan dari aset-aset yang bisa Ibu/Bapak temui di sekolah Ibu/Bapak, mungkin ada beberapa aset lagi yang tidak terpikirkan sebelumnya yang masih dapat dioptimalkan. Berikut beberapa contoh pemanfaatan aset dalam peningkatan pembelajaran PJOK yang berpihak pada peserta didik:

a. Aset Manusia


1) PESERTA DIDIK memiliki keterampilan yang bisa dimaksimalkan ke arah pengembangannya, bisa mengekspresikan dirinya dan menyadari jasmani bersemayam dalam dirinya, dan dapat belajar gerak tapi ketika bergerak ia juga belajar.

2) GURU PJOK memiliki paradigma berpikir berbasis aset/kekuatan dalam meningkatkan pembelajaran yang berpihak pada peserta didik. Guru PJOK yang dapat mendorong PJOK sebagai kebutuhan penting bagi setiap anak untuk hidup aktif sepanjang hayat. Guru PJOK yang memiliki ide, gagasan, karya inovasi, dan menghadirkan pembelajaran yang sesuai kebutuhan belajar peserta didiknya.

3) ORANG TUA yang dapat dilibatkan perannya sesuai keterampilan atau profesi yang dibutuhkan dalam pengembangan dan memperkuat pembelajaran PJOKdi sekolah. Orang tua atau anggota keluarga lainnya seperti; kakak, kakek, nenek, bibi, paman,dll misalnya yang memiliki latar belakang sebagai atlet silat dapat menjadi narasumber, sebagai instruktur senam dalam kegiatan senam pagi bersama, wasit sepak bola menjadi wasit pada pertandingan sepak bola antar kelas, pelatih badminton dapat menjadi narasumber atau dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan terkait sosialisasi gizi dan kesehatan peserta didik.

b. Aset Sosial

Suasana sekolah yang mendukung pembelajaran PJOK dibuktikan dengan adanya antusias warga sekolah ikut berperan serta dalam program-program terkait pendidikan jasmani dan olahraga, bentuk norma /aturan yang mengikat warga masyarakat bisa dalam bentuk kelompok, komunitas, institusi, lembaga, asosiasi, dan sebagainya yang memiliki pengaruh terhadap pembelajaran PJOK. Mengajak komunitas yang ada di luar sekolah untuk kita libatkan dalam berbagai kegiatan memfasilitasi pembelajaran PJOK yang diprakarsai oleh peserta didik. Keterlibatan komunitas yang mendukung pembelajaran olahraga misalnya; padepokan pencak silat silat, komunitas bersepeda, komunitas senam, sekolah sepak bola (SSB),dll.

c. Aset Politik

1) Kebijakan/kekuasaan kepala sekolah yang akan digunakan kewenangannya untuk membuat kebijakan-kebijakan yang mengakomodir kepentingan warga sekolah dan peningkatan kualitas pembelajaran PJOK yang berpihak pada peserta didik (kebijakan terkait pengadaan sarana dan prasarana, kebijakan terkait program-program PJOK, kebijakan terkait pelibatan peran serta masyarakat dalam mendukung pembelajaran PJOK),

2) Kebijakan guru PJOK terkait pembelajaran di kelasnya. Guru PJOK di sekolah harus mampu membimbing dan mengembangkan kemampuan motorik, menanamkan nilai dan kedisiplinan pada peserta didiknya. Penyelenggaraan pendidikan di sekolah harus mampu menciptakan dan menyediakan situasi yang dapat membantu keseimbangan pikiran, tubuh, moral dan jiwa. Seorang guru PJOK harus mampu mengatasi permasalahan pembelajaran di sekolah, karena dalam pembelajaran akan terdapat faktor-faktor yang menghambat pembelajaran di sekolah, sehingga dibutuhkan kedisiplinan dan kreativitas seorang guru dalam pengelolaan pembelajaran PJOK.

d. Aset Lingkungan/Alam



Pernahkah terpikirkan untuk mengeksplorasi lingkungan, alam sekitar sekolah yang selama ini belum dijadikan sebagai aset untuk melaksanakan proses pembelajaran bagi - kita? ada ruang Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA), alun-alun, taman kota, sungai, hutan, danau, gedung olah raga rakyat (GOR) dan lingkungan alam lainnya yang sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan lagi. Selain pemanfaatan aset-aset tersebut, bagaimana dengan aset agama/budaya? aset fisik? dan aset finansial? Apakah Ibu/Bapak sudah memanfaatkannya dengan maksimal?




Populer