Selasa, 04 Juni 2024

Berpikir Berbasis Aset/Kekuatan (Asset-based Thinking)

 Penulis : Tim PKG PJOK

Dr. Kathryn Cramer, seorang psikolog yang fokus pada pemikiran positif dan pengembangan diri, memperkenalkan cara praktis untuk mengenali hal-hal positif dalam kehidupan dengan fokus pada kekuatan, inspirasi, potensi positif , dan aspek positif lainnya dalam hidup. Pendekatan ini disebut Asset based thinking (Berpikir Berbasis Aset/Kekuatan)

Berpikir berbasis aset/kekuatan adalah cara mengidentifikasi dan mengenali hal-hal positif dalam hidup dengan menggunakan kekuatan sebagai fokus pemikiran. Pendekatan ini berbeda dengan berpikir berbasis kekurangan, yang fokusnya mengidentifikasi dan memecahkan masalah.

Green & Haines (2010) menjelaskan kecenderungan cara pandang yang menggunakan pendekatan berpikir berbasis kekurangan dengan pendekatan berbasis aset dapat dilihat dari tabel di berikut ini.


Pendekatan berpikir berbasis aset/kekuatan ini juga digunakan sebagai dasar paradigma Inkuiri Apresiatif (IA). Paradigma Inkuiri Apresiatif (IA) percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat berkontribusi pada kesuksesan. Inti positif ini merupakan potensi dan aset organisasi. Dalam implementasinya, IA memulai dengan mengungkap hal-hal positif, pencapaian, dan kekuatan organisasi sebelum melangkah ke tahap perencanaan perubahan selanjutnya.

Cooperrider & Whitney (2005) mengusulkan Inkuiri Apresiatif sebagai filosofi dan cara berpikir yang berfokus pada upaya kolaboratif untuk menemukan aspek positif pada individu, organisasi, dan dunia di sekitar mereka, baik di masa lalu, sekarang, atau masa depan. Mereka berpendapat bahwa kita hidup di zaman yang membutuhkan mata yang dapat melihat dan mengungkapkan apa yang baik dan benar. Inkuiri Apresiatif adalah rekonfigurasi penelitian tindakan yang menekankan penyelidikan pada kekuatan, daripada berfokus secara eksklusif pada memperbaiki kelemahan. Ini adalah metode manajemen perubahan yang menggunakan pertanyaan reflektif dari pengalaman positif untuk menciptakan peluang baru. Daripada menanyakan apa yang tidak berhasil, Cooperrider dan rekannya memutuskan untuk bertanya tentang apa yang berhasil, yang mengarah pada pengembangan IA. IA adalah intervensi yang berpotensi mengarah pada tindakan dengan menghasilkan dan menginspirasi ide, visi, dan cerita baru.

Dr. Kathryn Cramer juga menyatakan bahwa sebuah sekolah harus fokus pada pendekatan berpikir berbasis aset/kekuatan dari pada pendekatan berpikir berbasis kekurangan/hambatan. Dalam konteks pendidikan, dengan menggunakan pendekatan berpikir berbasis aset/kekuatan dapat membantu sekolah untuk mengidentifikasi kekuatan internal dan dapat mendorong kualitas proses pembelajaran yang berdampak pada peserta didik .

Cooperrider (Nobel & McGrath, 2016) percaya bahwa setiap organisasi memiliki inti positif yang berkontribusi terhadap kesuksesan, kekuatan, potensi, dan asetnya, disadari atau tidak. IA berpeluang besar memperkuat kapasitas sekolah untuk menjadi komunitas belajar yang positif. Salah satu bagian penting dan tak terpisahkan dari praktik IA adalah rangkaian teori, perangkat, dan penelitian yang mendasarinya. Semua terkait dengan peningkatan kualitas “ kekuatan”, dengan membangun lebih banyak aspek positif dari suatu organisasi dan memungkinkan lebih banyak peningkatan kekuatan manusia dalam organisasi secara berkelanjutan.

Pendekatan berpikir berbasis aset/kekuatan ini mendorong komunitas untuk memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk membangun hubungan yang kuat antara sumber daya tersebut, dengan tujuan menciptakan kehidupan komunitas yang berkelanjutan. Dalam konteks pendidikan pendekatan berbasis aset adalah referensi yang baik bagi sekolah untuk memetakan kekuatan dalam internal sekolah demi menunjang proses pembelajaran.

Dengan menggunakan pola pikir IA, bukan berarti kita melupakan masalah yang ada, namun kita memandang masalah tersebut dengan cara yang berbeda, yaitu dengan menjadikannya sebagai tantangan yang dapat dilampaui bersama-sama dengan hal positif ataupun kekuatan yang digali dan dimanfaatkan/diberdayakan. Bahkan, ketika kita berfokus pada bagaimana kita dapat memanfaatkan segala kekuatan, aset, dan hal positif yang telah kita miliki, maka kelemahan, kekurangan, dan ketidakpunyaan  menjadi tidak relevan lagi. Ini selaras dengan yang dikatakan Peter F. Drucker, seorang tokoh besar di dunia manajemen, mengenai Inkuiri Apresiatif: “Tugas kepemimpinan adalah menciptakan keselarasan kekuatan dengan cara membuat kelemahan dalam suatu sistem tidak relevan lagi” (The Drucker School, 2011).

Dalam melakukan perubahan, banyak organisasi dan institusi, termasuk sekolah, sering lebih berfokus pada masalah, apa yang salah, siapa yang salah, dan bagaimana mengatasi masalahnya (negatif). Akhirnya mencari-cari solusi di luar diri sendiri atau di luar organisasi mereka. Dalam pencapaian tujuan atau visi sekolah, seharusnya tidak hanya beranjak dari upaya menyelesaikan masalah di sekolah/ekosistem pendidikan, namun juga perlu melihat berbagai aset yang dimiliki.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Populer