Rabu, 21 April 2021

Sistem Energi Pelari Jarak Menengah

 



Di dalam tubuh terdapat suatu zat kimia yang membuat otot dapat berkontraksi atau berelaksasi. Zat ini disebut adenosin trifosfat atau ATP. Zat ini merupakan suatu senyawa yang selama aktivitas otot diubah menjadi adenosin difosfat atau ADP sambil menghasilkan energi siap pakai untuk otot tersebut.


 Struktur Molekul ATP dan ADP (Reuter 2012)

Struktur molekul dari ATP dan ADP ditunjukkan pada gambar 2.2. ATP terdiri dari tiga subunit yaitu: (1) adenin, (2) ribose, dan (3) gugus fosfat. Bagian dari phosphate groups sangat penting karena molekul inilah yang terus-menerus membelah menjadi ADP (adenosine di-phosphate) dan Pi (phosphate), menciptakan energi saat berlari ataupun dalam beraktivitas. Energi ini tercipta saat Pi (phosphate) terpisah dan bisa digunakan untuk banyak hal seperti pertumbuhan atau stimulasi saraf. Sedangkan penggunaan untuk olahraga adalah kontraksi otot.

Jumlah ATP dalam otot-otot sangat terbatas, dan jika tidak terjadi sesuatu sumber energi energi ini akan habis. Untungnya ada sejumlah sistem di dalam otot yang secara konstan membentuk kembali ATP dari ADP yang sudah ada sehingga ATP tetap cukup bagi otot untuk melanjutkan suatu aktivitas kembali.

Ada tiga sistem energi yang membangun kembali ATP yaitu: dua sistem anaerobik - creatine phosphate dan glikolisis, dan sistem aerobik (Peter G.J.M 1987). Setiap sistem energi memiliki aspek positif yang tidak dimiliki dua lainnya. Tapi setiap sistem juga memiliki aspek negatif dan dua lainnya tidak memiliki. Itu sebabnya dibutuhkan ketiganya. Selama pelatihan dan kompetisi tubuh menggunakan ketiga sistem energi tersebut. Untuk performa terbaik ketiga sistem tersebut harus dikembangkan secara optimal, sehingga semuanya seimbang dengan benar. Pada kenyataannya atlet ketahanan hanya perlu khawatir tentang dua sistem, sistem aerobik dan sistem glikolitik, seperti yang ditunjukan pada gambar dibawah ini:

 Tiga Sistem Energi (Reuter 2012)


1.      Sistem Kreatin Fosfat (CP/Anaerobik Alaktik)

Sistem energi ini dapat disebut juga sebagai sistem anaerobik alaktik, artinya anaerobik “tanpa oksigen” dan alaktik adalah bahwa sistem aktivitas otot tidak menghasilkan asam laktat. Sistem Creatine Phosphate sangat cepat dan tidak memiliki produk samping negatif. Kekurangannya adalah bahwa hanya ada cukup creatine phosphate dalam tubuh untuk bertahan 5-8 detik saat atlet berkompetisi dengan intensitas tinggi. Penyediaan energi dengan mengubah kreatin fosfat terjadi di awal setiap eksersi. Ekskresi adalah proses pembuangan sisa metabolisme dan benda tidak berguna lainnya. Pembentukan kembali CP setelah selesainya eksersi terjadi dengan cepat. Setelah 22 detik terbentuk sekitar setengah dari jumlah CP dan sesudah lebih kurang 44 detik, tiga perempat, dikembalikan. Sistem CP dilatih dengan ledakan tenaga yang diselang-selingkan dengan periode istirahat dan periode ini harus cukup panjang mengingat pembentukan kembali CP membutuhkan waktu.

Dengan demikian, sistem ini sangat berguna untuk pukulan cepat dalam tinju, sprint pendek di sepak bola atau bola basket, untuk melompat atau lari 100 m. Sistem ini tidak ada gunanya dalam lomba ketahanan karena akan hilang setelah beberapa detik dan jika perlu ada sprint pada akhirnya tidak akan tersedia.

 

2.      Sistem Glikolitik (glycolytic/anaerobik laktik)

Sistem kreatin fosfat memainkan bagian kecil dalam lomba ketahanan ketika seseorang mengacu pada sistem anaerobik, mereka hampir selalu mengacu pada sistem glikolitik. Produk akhir dari sistem ini adalah piruvat tapi segera berubah menjadi laktat. Piruvat berubah menjadi laktat begitu cepat sehingga beberapa orang menyebut sistem ini sebagai sistem laktat.

Pada usaha atau aktivitas yang intensif dan all-out yang berlangsung lebih lama dari beberapa detik, energinya berasal dari bahan bakar karbohidrat. Bahan bakar ini tersimpan dalam darah sebagai glukosa dan gilokgen dalam otot dan hati. Bahan bakar karbohidrat bisa cepat dipakai sebagai energi tanpa O2 dan melalui suatu proses yang disebut dengan glikolisis. Otot menggunakan karbohidrat untuk bisa dengan cepat menghasilkan dan menyimpan suplai-suplai ATP guna melanjutkan aktivitas pendek dengan intensitas tinggi.

Sistem energi ini bisa menghasilkan lebih dari 75% energi yang diperlukan untuk intensitas latihan yang intensif selama 30 sampai 50 detik. Lebih lama dari itu, suplai sistem ini akan terus menurun. Adapun jenis aktivitas/olahraga yang tergolong pada sistem ini, misalnya lari 400 meter, renang 50 m dan beberapa aspek dalam permainan hoki, basket dan sepakbola.

3.      Sistem Aerobik

Sistem aerobik adalah yang paling penting dari sistem energi dan menyediakan sebagian besar energi untuk setiap aktivitas/usaha yang lebih dari 2 menit. Hal ini sangat penting bagi pelari jarak menengah, jarak jauh ataupun lari maraton, baik untuk latihan maupun untuk event itu sendiri. Sistem aerobik yang kuat tidak hanya menyediakan energi untuk perlombaan namun memungkinkan atlet untuk meningkatkan intensitas dan volume latihan. Juga sistem anaerobik yang kuat selama masa pelatihan memungkinkan atlet menyelesaikan latihan yang lebih intens dan lebih lama daripada kapasitas anaerobik yang rendah. Namun, pada balapan kapasitas anaerobik yang tinggi akan menghambat kinerja. Bila sistem aerobik menggunakan karbohidrat sebagai bahan bakar, maka dalam bentuk piruvat. Karena piruvat tidak ada dalam aliran otot atau darah sampai batas tertentu, karbohidrat yang sebenarnya merupakan bahan bakar untuk sistem aerobik adalah laktat. Laktat dengan cepat diubah menjadi piruvat sebelum digunakan sebagai bahan bakar untuk energi aerobik. Karbohidrat dipecah jauh lebih cepat daripada bahan bakar lainnya seperti lemak dan dengan demikian memberikan energi aerobik lebih cepat untuk aktivitas yang intens.

Sistem aerobik memanfaatkan tiga bahan bakar yang berbeda yaitu: lemak, karbohidrat dan protein. Sebagian besar energi akan berasal dari lemak dan karbohidrat. Lemak menyediakan sebagian besar bahan bakar untuk aktivitas sehari-hari. Protein sebagai bahan bakar hanya mewakili kontribusi yang sangat kecil.

Karbohidrat (dalam bentuk laktat) merupakan bahan bakar yang paling diminati untuk olahraga ketahanan karena mereka mengarah pada pembentukan ATP yang lebih cepat dan memungkinkan kontraksi lebih cepat dan perlombaan yang lebih cepat untuk atlet. Tapi pasokannya terbatas. Hanya ada cukup karbohidrat yang tersimpan di otot untuk memungkinkan latihan aerobik yang intens selama sekitar 90-100 menit. Ada cukup lemak yang tersimpan dalam tubuh untuk memperlama latihan aerobik yang lebih lambat selama beberapa hari. Proporsi lemak dan karbohidrat yang digunakan selama kompetisi tergantung pada tingkat pengkondisian atlet dan kecepatan yang dibutuhkan.

  Tidak ada produk sampingan negatif dari sistem aerobik: hanya air dan karbondioksida yang dialami atlet berkeringat dan mengembuskan napas. Namun, ada satu negatif, panas, dan ini harus dipertimbangkan dengan cermat selama latihan. Saat kita menggunakan sistem aerobik pada tingkat tinggi, banyak panas dihasilkan di dalam sel, dan panas ini mempercepat pemecahan sel. Terlalu banyak kerusakan dan atlet akan kehilangan kapasitas aerobik. Itulah sebabnya pelatihan pada ambang batas atau di atas harus dibatasi dalam program latihan. pelatihan di dekat ambang batas khususnya pada pelari jarak jauh dan lari maraton terlalu berbahaya dan menyebabkan hilangnya kapasitas aerobik bukan keuntungan. Jadi atlet harus hati-hati dengan intensitas latihan mereka karena bisa memiliki efek negatif jika tidak dikontrol dengan seksama apalagi semakin baik.

Setiap event lari pada cabang olahraga atletik diketahui memiliki karateristik yang berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh jarak dan tingkat intensitas masing-masing event. Dampak dari karateristik tersebut sekaligus mempengaruhi pada aspek fisiologis pelari terutama pada penggunaan sistem energi. Pada tabel dibawah ini menjelaskan kontribusi sistem energi pada masing-masing event lari. 

Tabel 2.1

Kontribusi Sistem Energi Pada Event Lari (Bompa and Buzzichelli, 2015)

 

GLYCOGEN

 

Event

Duration

ATP-CP

Lactic

Aerobic

Triglyceride

(fatty acid)

100m

10 sec

53%

44%

3%

-

200m

20 sec

26%

45%

29%

-

400m

45 sec

12%

50%

38%

-

800m

1min. 45 sec

6%

33%

61%

-

1.500m

3 min. 40 sec

-

20%

80%

-

5.000m

13 min

-

12.5%

87.5%

-

10.000m

27 min

-

3%

97%

-

Marathon

2 hr. 10 min

-

-

80%

20%

 

Pada tabel diatas menunjukan bahwa kontribusi energi pada pelari sangat ditentukan oleh jarak dan durasi lari, semakin pendek jarak atau cepatnya waktu yang ditempuh oleh pelari maka semakin besar kontribusi pada sistem anaerobiknya, begitu pula sebaliknya semakin lama durasi dan jarak lari maka semakin besar kontribusi pada sistem energi aerobiknya. Pada nomor lari 1500 m kontribusi energi pelari sangat didominasi pada sistem energi aerobik, berdasarkan pada tabel 2.1 nilai persentase pada sistem energi aerobik sebesar 80% dan 20% sistem energi anaerobik tepatnya pada sistem anaerobik laktik atau glikolisis dengan durasi 3 menit 40 detik. Sebuah studi yang dilakukan oleh (Duffield, Dawson, and Goodman 2005) melaporkan secara detail kontribusi sistem energi pada nomor 1500 meter, yaitu ditampilkan pada grafik dibawah ini :


 Kontribusi Sistem Energi Aerobik dan Anaerobik Pelari 1500 m (Duffield et al. 2005)

Pada gambar 2.4 dapat diketahui bahwa kontribusi sistem aerobik dan anaerobik pada pria yaitu berada pada nilai persentase 77% dan 23%, sedangkan pada wanita yaitu 86%-14%. Dari kedua gender tersebut metabolisme aerobik memiliki nilai persentase yang jauh lebih tinggi dari sistem energi anaerobik, menurut (Giriwijoyo 2017) sistem energi aerobik disebut sebagai sistem sekunder, karena bukan sistem ini yang menentukan kapan aktivitas lari terpaksa harus dihentikan (saat terjadinya lelah berat) tetapi sistem ini dapat memperlambat atau mempercepat datangnya lelah berat yaitu apabila kapasitas aerobik (sebagai hasil latihan) besar maka kelelahan lambat datang, sedangkan apabila kapasitas aerobik kecil maka kelelahan lebih cepat terjadi. Pernyataan tersebut mengungkapkan bahwa kapasitas aerobik bukanlah menjadi sistem yang utama dalam mempengaruhi aktivitas pelari melainkan sebagai modal kerja penunjang, artinya makin besar kapasitas aerobik yang dimiliki, maka habisnya kapasitas anaerobik terjadi lebih lama dan makin besar kontribusinya terhadap penghematan pemakaian daya (energi) anaerobiknya.

Sistem anaerobik adalah kunci untuk performa yang optimal khususnya bagi pelari jarak menengah (Brandon 1995; Mpholwane 2007). Sistem ini disebut sebagai sistem energi primer oleh karena faktor inilah yang menentukan terhentinya aktivitas lari. Apabila kapasitas anaerobik habis terpakai, maka olahraga tidak mungkin dapat dilanjutkan lagi dan orang akan berada dalam keadaan “kehabisan tenaga” (lelah berat = exhausted). Pada keadaan demikian otot tidak mampu lagi berkontraksi oleh karena rangsang saraf tidak dapat melintasi keping motorik (motor endplate) ke otot, oleh karena adanya hambatan oleh zat kelelahan (asam laktat), aktivitas baru dapat dilanjutkan apabila telah terjadi pemulihan (istirahat) atau penuruan intensitas.

(Lacour et al. 1990) mengungkapkan bahwa pelari 800 dan 1500 m berada pada kategori event dengan intensitas yang tinggi, dikarenakan pengaruh oleh durasi dan jaraknya. Oleh karena itu, dengan tingginya intensitas pada event ini maka kebutuhan pada sistem energi pun akan tinggi pula terutama pada kebutuhan sistem energi anaerobiknya. (Giriwijoyo 2017) menjelaskan kapasitas anaerobik yang tinggi menunjukkan kemampuan untuk menampilkan olahraga dengan intensitas yang tinggi dan juga efisiensi seluler yaitu dimana sel dapat menghasilkan daya (energi) dalam jumlah yang besar dalam waktu yang singkat dan dengan menggunakan O2 yang sedikit. Kapasitas anaerobik yang tinggi, berarti pelari memiliki cadangan power yang tinggi, yang memungkinkannya untuk melakukan gerakan-gerakan explosive maksimal yang sangat diperlukan,  seperti untuk melakukan sprint akhir menjelang finish, akan tetapi kapasitas anaerobik yang tinggi terlebih dahulu harus didukung oleh  kapasitas aerobik yang tinggi pula.

Dengan demikian, pelatihan untuk meningkatkan kapasitas anaerobik hakikatnya adalah pelatihan untuk membuat sel menjadi lebih efisien dalam menggunakan O2 sedangkan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas aerobik adalah membuat tubuh menjadi lebih mampu memasok O2 bagi keperluan sel, dengan adanya kapasitas aerobik yang tinggi berarti juga penghematan terhadap pemakaian kapasitas anaerobik. Peningkatan kapasitas aerobik adalah untuk meningkatkan ketahanan yang berarti atlet menjadi tidak mudah lelah dan lebih cepat pulih dari kelelahan, dengan adanya kapasitas aerobik yang tinggi atlet memiliki kemampuan untuk memulihkan diri dengan lebih cepat setelah melakukan aktivitas fisik yang melelahkan. Oleh karena itu, atlet yang berkompetisi secara berturut-turut harus memiliki kapasitas aerobik yang tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Populer